Pindah Ibukota, Tasikmalaya Bangkrut

20/07/2011 10:28 WIB

Pindah Ibukota, Kabupaten Tasikmalaya Bangkrut

Gd. DPRD Kota Tasikmalaya

Politikindonesia – Kabupaten Tasikmalaya bangkrut. Pemindahan ibukota menjadi penyebabnya. Anggaran kabupaten itu habis dipakai hanya untuk memindahkan ibukota dari Tasikmalaya ke Singaparna. Setidaknya, sudah Rp200 miliar dihabiskan. Bahkan, pemindahan ibukota tersebut masih memerlukan uang sebesar Rp500 miliar.

Demikian dikemukakan oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Tasikmalaya Ruhimat, Selasa (19/07). “Anggaran Kabupaten Tasikmalaya betul-betul habis dipakai untuk pemindahan pusat ibukota. Dari Kota Tasikmalaya ke Singaparna. Sementara aset yang ada di kota, tidak bisa dimanfaatkan atau dipakai untuk dana pemindahan tersebut.”

Diterangkan Ruhimat, aset Pemkab Tasikmalaya yang berada di ibukota awal, kini malah diminta oleh Kota Tasikmlaya. Bahkan oleh Undang-undang No 10/2001 tentang Pembentukan Kota Tasikmalaya, aset tersebut diisyaratkan harus diserahkan ke Kota Tasikmalaya.

Ini kan tidak adil. Masa kabupaten induk yang melahirkan kota, pulang ke kampung tidak membawa modal sama sekali. Akibatnya, Kabupaten Tasikmalaya menjadi pailit. Padahal kita masih belum melakukan belanja pembangunan lainnya, seperti fasilitas sarana dan infrastruktur,” ujar dia.

Peta Tasikmalaya

Ruhimat menjelaskan, daripada Kabupaten Tasikmalaya dinyatakan bangkrut, lebih baik ditinjau ulang UU tentang Pembentukan Kota Tasikmalaya. Namun jika tidak bisa, lebih baik ada revisi aturan tersebut sehingga tidak menimbulkan persengketaan aset berkelanjutan.

“Kalau tidak mau ditinjau ulang undang-undangnya, maka revisi bahwa aset harus dibawa ke kabupaten. Kalau tidak, kita bakal ribut terus,” pungkas dia.

(kap/rin/nis)

Tasikmalaya Bangkrut

Pemkab Tasikmalaya Bangkrut

Republika – Jum, 8 Jul 2011

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Temuan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) tentang 124 daerah tingkat dua yang terancam bangkrut karena anggaran belanja pegawai di atas 60 persen terbukti. Kebangkrutan kini dialami Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tasikmalaya, Jawa Barat. Untuk pertama kalinya, Pemkab Tasikmalaya tidak memiliki sisa anggaran di APBD 2011.

“Kasus di Tasikmalaya ini karena keuangan pemda pailit dan tak mampu membayar utang,” terang Juru bicara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnizar Moenok, Jumat (8/7). Ia mengatakan, kejadian yang menimpa Pemkab Tasikmalaya itu karena anggaran APBD tidak tersisa seperse pun. Padahal kebutuhan anggaran pembangunan infrastruktur sangat besar.

Karena tidak memiliki dana lagi, kata dia, masyarakat di sana terus melakukan aksi unjuk rasa menuntut pertanggung jawaban pemerintah daerah (pemda) setempat.

Berdasar data Kemendagri, perincian APBD Kabupaten Tasikmalaya tahun anggaran 2011 sebagai berikut: total pendapatan mencapai Rp 1.039,616 miliar, terdiri pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp 76,87 miliar, dana perimbangan Rp 935,425 miliar, dan pendapatan daerah lain-lain yang sah Rp 27,316 miliar.

                                                 Kantor Bupati Tasikmalaya

Adapun, total belanja sebanyak Rp 1.181,368 miliar, terdiri belanja tidak langsung Rp 970,388 miliar dan belanja langsung Rp 210,980 miliar. “Dengan begitu terjadi defisit anggaran sebesar Rp 141,752 miliar,” jelas Reydonnizar.

Sedangkan total pembiayaan, terdiri total penerimaan pembiayaan Rp 144,752 miliar, total pengeluaran pembiayaan Rp 3 miliar, dan pembiayaan netto Rp 141,752.

Untuk mengatasi kebangkrutan itu, Pemkab Tasikmalaya atas persetujuan DPRD setempat segera menjual aset yang dimilikinya. Tindakan menjual aset yang berada berada di Kota Tasikmalaya jelas beresiko, sebab keberadaannya masih menjadi rebutan antara Pemkab dan Pemerintah Kota (Pemkot) Tasikmalaya.

Reydonnizar bisa memahami jika Pemkab Tasikmalaya menjual aset untuk menghindari kebangkrutan. Namun ia lebih menyoroti kasus pengeluaran belanja daerah yang lebih tinggi dari pendapatan itu akibat pemekaran daerah. Menurutnya, pemekaran Tasikmalaya pada 2001 menjadi kabupaten dan kota menimbulkan ekses buruk bagi pemkab.

Mereka tidak mampu mencari sumber pendapatan dalam jumlah cukup untuk mengimbangi beban pengeluaran belanja daerah yang sangat besar. “Puncaknya pada tahun ini saat Pemkab Tasikmalaya tidak mampu lagi membiayai pengeluaran akibat tidak memiliki dana,” jelas Reydonnizar.